Apa yang telah kita lakukan?

Waktu yang terus bergulir tak tertahankan, tanpa mengenal kembali. Kitapun mengikuti alur waktu yang terus berjalan. Hari demi hari terlewatkan. Berbagai kenyataan kita dapatkan seiring dengan bergulirnya sang waktu. Berbagai ekspresipun kita nampakkan. Terkadang kita tersenyum, kadang sedih, tertawa ria, emosi dan berbagai ekspresi lain sebagai konsekuensi dari kenyataan yang kita dapatkan hari demi hari tersebut. Terkadang kenyataan-kenyataan yang menimpa menjadikan kita trauma, stres, bahkan sampai depresi. Terkadang pula kenyataan yang menimpa itu menjadikan kita kembali bergairah menghadapi hari-hari yang mungkin menyesakkan bagi orang lain. Demikianlah, respon-respon kita terhadap hari-hari yang terus berlalu.
Dan tanpa kita sadari usia kita semakin bertambah. Dalam artian bertambah secara kuantitas. Berubah dari 22 tahun menjadi 23 tahun, 23 tahun menjdai 24 tahun, dan seterusnya. Walaupun secara maknawi kita katakan bahwa usia semakin berkurang. Karena dengan berubahnya waktu yang terus bergulir ini, berarti kematian sudah semakin dekat akan menjemput. Dengan demikian tidak ada yang dapat dan perlu kita banggakan dalam hidup ini. Semua pasti akan berakhir dengan yang namanya kematian.
Pengalaman-pengalaman itu telah kita dapatkan. Berarti guru kehidupan telah banyak kita lalui. Dengannya, kitapun semakin mantap berekspresi karena banyaknya pengalaman yang telah kita dapatkan. Pengalaman adalah guru terbaik. Pengalaman membuat kita cerdas dalam menanggapi liku-liku. Namun, ada hal yang harus kita pahami untuk kita realisasikan bahwa saat ini banyak hal yang belum dilakukan. Sangat sedikit manfaat yang telah kita berikan. Untuk diri sendiri, ternyata kitapun belum memberikan yang terbaik untuk diri ini. Tindakan menzalimi diri sendiri mungkin masih terbiasa kita lakukan. Apa yang telah kita lakukan tatkala mata ini telah mengantuk?? Apakah membiarkan mata ini terus dalam keadaan mengantuk ataukah kita membiarkannya mata beristrahat?? Ketika lambung ini menuntut untuk terisi, apakah kita sudah memenuhi haknya?? Ketika jiwa raga mengeluh karena terasa sempit akibat maksiat misalnya, apakah kita sudah memenuhinya dengan taubat. Ataukah kita membiarkannya larut dengan maksiat itu? Sudahkah jiwa ini kita penuhi dengan kebutuhan rohaniah yang mendorong kita untuk dekat kepada Allah?? ataukah kita justru menjadi pembangkang dengan nikmat yang sangat sedikit yang kita miliki? Ketika ini terjadi, maka celakalah kita. Merugilah kita. Semoga kita terhindar dari sikap menzalimi diri sendiri.
Kemudian, berapa banyak pula manfaat yang kita berikan kepada orang lain? Orang tua kita, saudara-saudara kita. Masyarakat kita, pemimpin kita serta mereka yang mendapatkan hak manfaat dari kita? Apa yang telah kita buat untuk mereka yang membutuhkan kita? Jikalau saat ini kita mengaku telah berbuat banyak untuk orang tua misalnya, apakah kebaikan yang kita berikan kepada orang tua telah menutupi semua kebaikan yang orang tua berikan kepada kita? Mari kita renugkan bersama. Sudah saatnya kita berbuat untuk memberi manfaat kepada diri ini, kepada orang lain yang memang membutuhkan manfaat itu.

0 komentar:

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com